Sejarah Kebudayaan Cianjur

Tiga abad silam merupakan kala bersejarah bagi Cianjur. Berdasarkan sumber sejarah yang tertulis, sejak tahun 1614, daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango tersedia di bawah Kesultana Mataram.
Sekitar tanggal 2 juli 1677 disebutkan, Raden Wira Tanu putra R. A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag. Upaya Wira Tanu untuk mempertahankan daerah ini, erat kaitannya bersama dengan desakan Belanda / VOC kala itu yang menginginkan coba menjalin kerjasama bersama dengan Sultan Mataram Amangkurat I. Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak senang bekerjasama bersama dengan Belanda / VOC membuat ia perlu senang meninggalkan keraton tanggal 2 juli 1677.

Kejadian itu memberi makna bahwa sesudah itu Mataram berlepas diri berasal dari wilayah kekuasaannya.Informasi berikut sampai di Cianjur sepuluh hari kemudian, yakni tanggal 12 juli 1677. Atas dasar itulah maka ditetapkan bahwa hari jadi Cianjur jatuh pada 12 juli 1677 sebagaimana yang tertuang di dalam perda No. 27 tahun 1982, Lembaran daerah No. 4 tahun 1982 seri D tanggal 17 juli 1982 perihal pemilihan Hari Jadi Cianjur. R. A. Wira Tanu I ditetapkan sebagai Bupati pertama yang mengayomi tatar Cianjur antara tahun 1677-1691 Pada pertengahan abad ke-17 tersedia pertindahan rakyat berasal dari Sagara Herang sejalan bersama dengan masuknya Raden Djajasansana putra R. A. Wangsa Goparana berasal dari Talaga yang merupakan keturunan Suana Talaga yang masuk Islam. Sementara daerah Talaga pada kala itu masih kuat dampak Hindu.Maka beliau berasal dari Sagara Herang jadi meneybarkan Islam ke daerah sekitarnya. Sementara Cikundul yang pada awalannya adalah sub nagari berubah jadi Ibu Nagari pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum saat tahun 1680 daerah berikut dinamakan Cianjur (Tsitsanjoer, Tjiandjoer).Beberapa bangunan yang memadai bersejarah di Cianjur antara lain:

a. Masjid Agung
Masjid Agung Cianjur ini terletak di pusat Kota Cianjur yang dibangun pertama kali pada tahun 1810. Sayangnya penduduk yang menjalani pembangunan Mesjid ini tidak tercatat di dalam sejarah sebagaimana sejarah Mesjid-Mesjid Agung di daerah lainnya. Mesjid ini dibangun diatas tanah wakaf milik Ny. Raden Bodedar binti Kangjeng Dalem Sabirudin, yang merupakan Bupati Cianjur yang ke-4.Luas Mesjid ini pada awalannya 400 m. Lalu berkembang jadi 2500 m. Serta mengalami sebagian kali perbaikan. Yang paling intensif adalah sejak tahun 1997 sampai tahun 2000 yang menelan ongkos kurang lebih Rp. 10 milyar. Desan moderen dan klasik jadi ciri khas mesjid ini yang dapat menampung kira-kira 4000 jemaah. Disinal biasanya salah satu formalitas penduduk Cianjur yakni Ngaos dilaksanakan. Terutama saat peringatan hari-hari besar Islam seperti Ramadhan, Nuzulul Quran, Isra Miraj dll. Mesjid ini akan ramai oleh gelombang lautan manusia yang bersama dengan antusias mengunjungi mesjid.

b. Situs Gunung Padang
Situs Gunung Padang yang terletak di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur ini merupakan web megalitikum terbesar di Asia Tenggara. Luasnya kira-kira 900 m2 yang meliputi bangunan purbakala dan juga areal web itu sendiri kurang lebih 3 hektar.Keberadaan web ini pertama kali nampak atas laporan Rapporten van de Oudheid-kundingen Diest (ROD) tahun 1914. Yang setelah itu dilaporkan oleh N. J Krom pada tahun 1949. Pada tahun 1979 aparat perihal di dalam hal pembinaan dan penelitian benda cagar alam budaya yakni pemilik kebudayaan setempat disusul oleh Ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas melakukan peninjauan ke wilayah situs. Sejak kala itu usaha penelitian pada web Gunung Padang jadi dijalankan di dalam segi arkeologis, historis, geologis dan lain lain.Bentuk bangunan ini mencerminkan formalitas budaya megalitikum. Dimana seluruh batu-batu yang jadi pondasi berasal dari bangunan itu adalah batu besar yang biasanya berwujud balok ataupun persegi panjang yang merupakan batu vulkanik masif yang sebetulnya banyak terkandung di Cianjur..Bangunannya terdiri berasal dari lima beranda bersama dengan ukuran berbeda-beda. Batu-batu itu sama sekali belum mengalami tersentuh manusia di dalam makna belum dibentuk / dipahat oleh manusia.

c. Istana Presiden Cipanas
Istana Presiden cipanas dibangun pada tahun 1740 oleh Van Heuts di atas tanah seluas 25Ha. Istana ini terletak dibawah kaki Gunung Gede.Kompleks istana ini terdiri atas gedung induk dan tujuh buah paviliun, dilengkapi bersama dengan layanan olahraga. Luas gedung merupakan bangunan panggung seluas 950 m2.Setiap ruangan terisi mebel dan ukiran berasal dari jepara dan koleksi lukisan-lukisan karya pelukis terkenal, seperti Basuki Abdullah, Sudjojono, dan Lee Man Kong. Beberapa bangunan diberi nama tokoh pewayangan. Beberapa paviliun baru selesai pada 1916 dan yang teranyar adalah tahun 1984. Di bagian belakang istana terkandung kolam air mancur bergaris sedang 27 m.d. Cenderamata Cianjur

Beberapa cenderamata yang merupakan hasil berasal dari kerajinan budaya Cianjur antara lain:

a. Lentera Gentur
Lentera gentur dibikin berasal dari kuningan dan bahan kaca berwarna bersama dengan desain yang artistik merupakan salah satu kerajinan yang telah terkenal, berlokasi di Kecamatan Warungkondang.f. Sanggar BambuKursi dan meja artistik ini dibikin berasal dari bambu oleh pengrajin di Kota Cianjur. Kursi bambu ini cocok untuk dipasang di ruang istirahat. Sanggar bambu ini memperoleh penghargaan upakarti tahun 1992.

b. Kerajinan keramik
Kerajinan keramik berlokasi di Kecamatan Ciranjang pada satu sentra memproses dan satu unit bisnis oleh lima orang pengrajin.

c. Miniatur Kecapi
Kerajinan miniatur kecapi terbuat berasal dari logam atau kayu yang dibikin cocok bersama dengan aslinya. Alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi tembang cianjuran termasuk beraneka style lagu sunda lainnya.

d. Sangkar Burung
Satu kerajinan yang miliki nilai ekonomis produktif berlokasi di Kecamatan Karangtengah. Kerajinan ini dulu memperoleh upakarti tahun 1994.

B. Ngaos, Mamaos, Maenpo.

a. Ngaos, formalitas mengaji di dalam penduduk Cianjur
Cianjur telah lama dikenal sebagai salah satu kota santri. Dan salah satu formalitas yang benar-benar menempel di dalam diri penduduk Cianjur adalah budaya Ngaos. Ngaos adalah formalitas penduduk yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur bersama dengan penduduk yang lekat bersama dengan keberagamaan. Citra sebagai penduduk agamis ini seperti yang telah dikemukakan terdahulu adalah sebagai langkah berasal dari Djajasasana putra R. A. Goparana yang memeluk agama Islam pada tahun 1677 di mana pada kala itu beliau bersama dengan bersama dengan ulama dan santri pada kala itu gencar menyebarkan syariat Islam. Itulah sebabnya mengapa Cianjur mendapat julukan sebagai kota gudang kyai dan gudang santri. Pondok-pondok pesantren yang tumbuh dan berkembang di tatar Cianjur sedikit atau banyak telah berkontribusi di dalam perjuangna sejarah kemerdekaan negeri ini. Disanalah bergolak jiwa stimulan berjihad. Banyak pejuang-pejuang meminta restud ari kyai-kyai sebelum saat berangkat ke medan pertempuran. Menurut mereka itu, mereka baru jadi lengkap dan percaya diri sekiranya telah mendapat restu berasal dari kyai.Sekilas, formalitas mengaji di kalangan penduduk Cianjurini tidak jauh berlainan bersama dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Garut, Tasikmalaya, Banten, Cirebon dan lain sebagainya yang termasuk dikenal sebagai gudangnya santri.Memang pada dasarnya tidak tersedia perbedaan yang mencolok, karena Islam sendiri mengajarkan umatnya untuk selamanya mengaji dan menghayati dan juga paham Al uran yang merupakan jalur hidup yang lurus.Begitu pula bersama dengan kalangan penduduk Cianjur, meskipun saat ini nampak adanya penurunan di dalam melestarikan budaya Ngaos selamanya tidak akan dulu hilang di dalam sanubari penduduk Cianjur, terutama penduduk (dalam makna ini pesantren) yang terletak di daerah-daerah pinggiran Cianjur karena begitu kuatnya mereka memegang formalitas ini.Umumnya formalitas Ngaos di Cianjur sebetulnya lebih dikenal di dalam kegiantan kepesantrenan. Sepeti Ngaos nyorangan, Ngaos bandungan, Ngaos tarabasan. Yang kesemuanya punyai makna yang berlainan akan tapi bersama dengan target yang sama. Misalnya ngaos nyorangan adalah bentuk mengaji secara independen yang dijalankan oleh seorang santri di dalam memahai isi takaran Al Quran. Ngaos bandungan adalah suatu bentuk mengaji di mana kala santri seang membaca isi Al quran bersama dengan didampingi seorang ustadz yang sewaktu waktu membenarkan bacaan santri sekiranya sang santri salah di dalam bacaannya dan juga memberi tafsiran sekiranya sebetulnya diperlukan. Bngaos tarabasan adalah langkah membaca Al Quran secara bersama bersama dengan maksud untuk bersama menghapal isi Al Quran.

b. Mamaos (Tembang Sunda Cianjuran
Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa jadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan di dalam tata pergaulan hidup. Mamaos dapat pula disimpulkan bersama dengan membaca, yakni membaca (merenungkan) segala ciptaan Tuhan, membaca (merenungkan) hubungan antara manusia bersama dengan manusia, manusia bersama dengan alam, antara mahluk bersama dengan mahluk ciptaan Allah Yang Maha Pencipta Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati kusumahningrat yang dikenal bersama dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia jadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur kira-kira tahun 1834-1862.Dengan kehalusan rasa seni Dalem Pancaniti,kesenian berikut jadi gagasan lahirnya suatu karya seni yang saat ini disebut Seni Mamaos Tembang Sunda Cianjuran. Dalam langkah penyempurnaan hasil ciptaannya Dalem Pancaniti dibantu oleh seniman kabupaten yaitu: Rd. Natawiredja, Bapak Aem dan Maing Buleng. Para seniman berikut mendapat izin berasal dari Dalem Pancaniti untuk menyebarkan lagu-lagu hasil ciptaan Dalem Pancaniti.Syair Mamos yang pertama kali diciptakan oleh Dalem Pancaniti berjudul Layar Putri yang isinya:Sada gugur di kapituSada gelap ngadadasaranSada laut lilintungan
Kamana ngaitkeun ngincirKa kaler katojo bulanKamana ngaitkeun pikirSugan paler kasabulan Setelah Dalem Pancaniti wafat tahun 1816, Bupati Cianjur dilanjutkan oleh anaknya yakni R. A. A. Prawiradiredja II (1816-1910), seni Mamaos ini jadi mencapat langkah penyempurnaan bersama dengan diiringi dentingan kecapi dan nada suling.Sekarang ini Tembang Sunda Cianjuran telah tenar bukan saja di Nusantara akan tetapihingga pelosok mancanegara. Untuk melestarikan kesenian tradisional, diselenggarakan pasanggiri tembang sunda cianjuran, baik lokal maupun regional / nasional (Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta).Seni Mamaos ini terdiri berasal dari alat kecapi indung (kecapi besar dan kecapi rincik / kecapi kecil) dan juga sebuah suling yang mengiringi penembang atau juru. Pada biasanya syair-syair Mamaos ini lebih banyak mengungkap puji-pujian akan kebesaran Tuhan bersama dengan segala hasil ciptaanNya.

c. Maenpo (seni beladiri khas Cianjur)
Sejak dulu Cianjur dikenal bersama dengan seni beladiri Pencak Silat yang membuahkan sebagian aliran terkenal, antara lain aliran Cikalong, Cimande dan Sabandar. Yang sampai kini masih dipelajari dan diminati pencinta pencak silat oleh beraneka kalangan baik di daerah-daerah lokal maupun mancanegara.Maenpo atau dikenal termasuk bersama dengan istilah pencak silat adalah suatu kesenian beladiri yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan . Maenpo sendiri secara bahasa terdiri berasal dari dua kata yakni maen dan po. Maen artinya melakukan sesuatu kala po berasal berasal dari istilah China untuk memukul. Maka maenpo artinya melakukan sesuatu bersama dengan memukul.Pecipta dan penyebar seni maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal bersama dengan nama R. H. Ibrahim. Aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yakni sensitivitas atau kepekaan yang dapat membaca segala gerak lawan saat bagian badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal istilah liliwatan (pengideraan) dan Peupeuhan (pukulan). Seni peupeuhan yang merupakan aliran khas ciptaan R. H. Ibrahim, mengandalkan kecepatan gerak dan tenaga di dalam yang luar biasa. Adapun R. H. Ibrahim menunggal pada tahun 1906 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Dalem Cikundul, Cikalong Kulon Cianjur.Pada kala yang sama nampak suatu aliran yang mengandalkan tenaga pengideraan atau liliwatan yang dimunculkan oleh Muhammad kosim berasal dari Sabandar Karangtengah Cianjur yang lantas beliau dikenal bersama dengan nama Mama Sabandar. Aliran inilah yang dikemudian hari dikenal bersama dengan sebutan Aliran Sabandar yang mengandalkan kemahiran di dalam mengeluarkan tenaga penginderaan.