Psikologi dibalik Sales Pemasaran KitKat di Jepang

Psikologi memang populer sebagai pengetahuan yang “serbaguna” karena sanggup mempengaruhi banyak faktor dan aktivitas dalam kehidupan, dimulai dari: aktivitas setiap hari, tugas, langkah menangani depresi, pahami masalah psikis, dan ada banyak kembali. Tetapi, apa kalian pernah terpikirkan jika psikologi bisa juga masuk ke pengetahuan pemasaran?

Psikologi dibalik Sales Pemasaran KitKat di Jepang

Psikologi malah seringkali dipakai pada praktik marketing yang kita saksikan setiap hari itu. Dimulai dari Word association, Loss Aversion Theory, Color Psychology, dan ada banyak yang lain. Kesempatan kali ini, kita akan ulas bagaimana KitKat memakai pengetahuan psikologi untuk tingkatkan sales mereka! Tetapi, kita awali dengan perubahan KitKat sebagai produk dan argumen awalnya beberapa orang di Jepang menyenanginya

Table of Contents

– Kenapa Jepang menjadi pusat mengembangnya Kit Kat di penjuru dunia?
– Dampak Pemakaian Pengetahuan Psikologi dalam Pemasaran
– Strategi Pertama: Placebo Efek
– Strategi ke-2 : Psychology of influence

– Penutup

Kenapa Jepang menjadi pusat mengembangnya Kit Kat di penjuru dunia?

Betul sekali, makanan wafer coklat itu rupanya terkenal di penjuru dunia. Merek ini awalannya tumbuh subur di Jepang karena budaya mereka omiyage (memberikan hadiah). Budaya ini sebagai salah satunya factor yang membuat Jepang sebagai customer paling besar KitKat dari segi pemasaran dan keuntungan. Selainnya budaya omiyage, ada pula factor nama merek itu.

Dengan bahasa Jepang, KitKat dibaca sebagai “kitto katto” yang didengar seperti “kitto katsu” yang dapat ditranslate sebagai “kamu pasti menang”. Kata “kitto” ditranslate sebagai “sudah pasti” atau “tentu” dan kata “katsu” dalam kerangka itu dapat ditranslate jadi “akan menang”(Wu, 2020).

Karena transliterasi ini, merk KitKat jadi lambang atau diasumsikan sebagai pertanda peruntungan. Orang-tua di Jepang kerap kali menghadiahi anaknya KitKat untuk anak-anaknya yang hendak ujian sebagai pertanda peruntungan (Cheung, 2021). Karena federasi KitKat dengan peruntungan, pemasaran mereka selalu meletus sepanjang masa shiken jigoku,「試験地獄」, atau “examination hell” yang terjadi di awal tahun.

Keadaan-situasi berikut sebagai peluang KitKat untuk meraja di Jepang, ditambah lagi dengan manfaatkan budaya, rutinitas, dan keadaan mereka. Harus dipahami bila Jepang secara stabil menjaga “kekuasaan” ini lebih dari sepuluh tahun. Telah tertarik kan untuk tahu selanjutnya mengenai rahasia dibalik pemasarannya KitKat? Silahkan kita masuk ke teori psikologisnya!

Dampak Pemakaian Pengetahuan Psikologi dalam Pemasaran

Anda tentu pernah menyaksikan judul content seperti;

“PERUSAHAAN AIKIA MENGGUNAKAN TRIK PSIKOLOGI INI AGAR KAMU MEMBELI PRODUK MEREKA”

atau…

“CARA PERUSAHAAN KAPITALIS MENGGUNAKAN NEUROPSIKOLOGI UNTUK MEMANIPULASI KAMU”.

Sebagai mahasiswa psikologi yang tempuh S1, kami mengetahui beberapa hal ini dalam evaluasi. Ada beberapa ide psikologi dalam beberapa ilmu pemasaran. Dalam kerangka psikologi, pemasaran dipakai untuk pahami langkah customer berpikiran, berasa, berlogika, dan membuat keputusan pada produk atau/dan merk. Dan arah dari pemasaran ialah merayu dan membuat daya magnet emosional yang terarah ke sasaran customer (Astute, 2018).

Sebaiknya kita ketahui tipe pengetahuan psikologi yang dipakai beberapa perusahaan besar ini dalam pemasaran. Tetapi, ini kali kita akan fokus ke dua strategi khusus yang dipakai oleh KitKat di Jepang; Placebo efek dan Psychology of Influence.

Silahkan kita langsung masuk ke dunia Plasebo yang dipakai oleh KitKat!

Strategi Pertama: Placebo Efek

KitKat bukan hanya jual produk, tapi mereka jual keinginan. Makanan coklat gurih itu menipu beberapa orang yang mengharap makanan itu dapat bawa peruntungan. KitKat jadi placebo dan cuman diasumsikan dengan peruntungan.

Placebo Efek ialah peristiwa yang umum terjadi di dunia penelitian dan beberapa obat, walau langkah kerjanya kurang dimengerti (Koshi dan Short, 2007). Biasanya, plasebo memakai beberapa hal seperti; pill berisi gula, kombinasi air dan garam, dan proses lain-lainnya. Irving Kirsch pada 1985 membuat tesis bila beberapa efek yang ada dari peristiwa plasebo tergantung pada keyakinan orang itu (Kirsch, 1985).

Antiknya, dampak yang bermacam dari peristiwa placebo efek bisa juga ada sebagai imbas classical conditioning yang disampaikan oleh Ivan Pavlov. Dengan singkat, classical conditioning terjadi saat stimulan/rangsangan dari plasebo diasumsikan dengan imbas stimulan yang sebetulnya (Gazzaniga, Heatherton, dan Halpern, 2014, p. 227).

Berikut ada contoh classical conditioning dari verywellmind (Seong dan verywell, 2019): Saat anjing hadapi dengan makanan (Unconditioned Stimulan), ia akan automatis berliur (Unconditioned Response) karena mengharap memperoleh makanan. Tetapi, saat diberi stimulan netral (seperti bunyi semprit) anjing itu tidak bereaksi.

Diambil dari verywellmind.comSelama conditioning, anjing itu akan dikondisikan supaya menafsirkan Stimulan Netral dengan makanan. Sesudah conditioning anjing itu akan berliur (Conditioned Response), karena menginginkan makanan saat dengar bunyi semprit (Conditioned Stimulan).

Sama dengan eksperimen Ivan Pavlov, beberapa orang yang memperoleh kitkat mengkondisikan diri mereka untuk “lebih untung”, kemungkinan cuma jadi lebih sadar akan peruntungan mereka. Bila kita ikuti tesis Irving Kirsch, kemungkinan ada juga komponen self-fulfilling prophecy yang memengaruhi customer kitkat ini.

Self-Fulfilling Prophecy (Pygmalion efeks) konsumen KitKat akan kelihatan semacam ini:

Self-fulfilling prophecy ialah peristiwa yang terjadi saat sebuah kepercayaan mempengaruhi sikap pribadi otomatis, yang arahkan mereka ke kepercayaan itu (McCrie, 2016).

Peristiwa ini sempat juga dites dalam kerangka riset oleh Robert Rosenthal tahun 1950-an (Rosenthal dalam Dusek dan Hall, 1985). Dianya membagikan partisipannya jadi 3 kelompok; “Tidak berhasil”, “Netral”, dan “Sukses”. Harus dipahami bila beberapa simpatisan ketahui nama barisan mereka dan disuruh untuk kerjakan test kognitif.

Sesaat sesudahnya, beberapa simpatisan dites kembali untuk menyaksikan bedanya hasil test mereka. Sama sesuai perkiraan, barisan yang dicap “tidak berhasil” memperoleh nilai yang lebih rendah pada post-test, barisan “netral” mendapatkan nilai yang serupa, dan barisan “sukses” memperoleh nilai yang lebih bagus.

Diakhir hari, KitKat hanya makanan yang dipercayai bawa peruntungan. Beli produknya kemungkinan bisa tingkatkan keberuntunganmu, karena peristiwa self-fulfilling prophecy yang dibuatnya.

Disamping itu, ada pula Teori Psychology of Influence yang diperkembangkan KitKat untuk tembus pasarnya (Jepang).

Strategi ke-2 : Psychology of influence

Membuat keyakinan ke customer Jepang itu tidak semudah rebus air. Ini dibutuhkan pengembangan dan promosi pemasaran yang terus-terusan dilaksanakan supaya produk yang dipasarkan bisa diterima oleh kekuatan customer. Salah satunya dasar dalam pengetahuan pemasaran ialah bagaimana produk yang ingin ditawarkan mempunyai daya magnet pada customer. Ini kita sebutkan dengan kekuatan influence.

Dalam buku “Influence: Psychology of Persuasion” kreasi Robert B. Cialdini (2021), diterangkan bagaimana kekuatan influence sebuah merek bisa memberi daya magnet tertentu pada audience yang ingin diraih, yang dalam kerangka ini sasarannya beberapa customer. Dalam bukunya, ada 7 konsep dalam memengaruhi sasaran customer, yakni: commitment, scarcity, reciprocity, similarity, authority, social proof, dan unity. Berikut keterangan ringkas dari tiap-tiap konsep itu:

– Commitment : Membuat stabilitas ke customer supaya mereka mempunyai minat dari loyalitas yang dibikin oleh brand;
– Scarcity : Membuat kelangkaan dalam menghasilkan sebuah produk
– Reciprocity : Lakukan balas budi dengan memberi suatu hal ke customer supaya customer mempunyai kemauan untuk membalasnya pemberian tersebut;
– Liking : Membuat keyakinan berbentuk referensi dari faksi lain (seperti influencer, rekan seumuran, dan lain-lain.) dalam memengaruhi customer membuat keputusan beli produk yang dijajakan;
– Authority : Sama seperti dengan liking, tapi keyakinan dibikin oleh faksi yang mempunyai status lebih tinggi;
– Social Proof : Membuat customer beli produk karena menyaksikan seseorang beli hal yang sama;
– Unity : Membuat jalinan dan kebersama-samaan di antara merek dengan customer.

Lalu, apa saja sich yang telah dilaksanakan oleh merek KitKat bila dikaji berdasar beberapa prinsip psychology of influence. Ada banyak contoh promosi pemasaran yang sudah dilaksanakan oleh merek KitKat yang mana bisa digolongkan dalam salah satunya konsep. Berikut misalnya:

– Commitment: KitKat selalu stabil saat membuat produknya sendiri. Selainnya dari stabilitas dalam kualitas dan jargon yang paling catchy (Have a Break, Have a KitKat), mereka selalu inovatif dalam membuat beragam macam rasa KitKat yang kemungkinan tidak didapatkan di luar Jepang (Lee, 2016). Beragam rasa yang disiapkan KitKat supaya bisa dicicipi oleh siapa saja (baik orang Jepang dan pelancong) untuk aktivitas apa. Dapat disebutkan bila pengembangannya menjadi satu diantara argumen dibalik keberhasilan variasi rasa KitKat.

– Scarcity: KitKat sediakan produk limited edition yang cuman ada secara angin-anginan atau beberapa acara khusus. Beberapa produk limited edition yang menjadi contoh, yakni: sakura mochi, sakura Japanese sake, Easter banana, dan yuzu matcha. Produk khusus ini selalu disukai beberapa konsumen dan dicari beberapa pecinta KitKat.

20 tipe KitKat Limited Edition di Jepang (Girlstyle Singapore, 2020)
– Reciprocity: Salah satunya promosi pemasaran yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan dengan memberi bantuan. Nestle pernah memberi bantuan ke Jepang dengan menolong restorasi kereta di tahun 2014 untuk mengembalikan pariwisata pada bagian negara yang remuk karena gempa bumi dan tsunami di tahun 2011 (Nestle, 2014). Beberapa penumpang bisa juga memakai KitKat sebagai ticket untuk naik kereta itu.

Kereta restorasi oleh Nestle, perusahaan induk KitKat (Nestle, 2014).
– Liking: Memakai kontribusi influencer dan artis-artis sebagai media pengutaraan referensi produk baru KitKat. Salah satunya contoh influencer yang pernah ada dalam salah satunya kampanye advertensi KitKat ialah Naoto Pokok Raymi, yang disebut salah satunya peserta musik tahun baru pada acara TV populer, yakni “Kōhaku Uta Gassen”. Bekerjasama dengan KitKat di akhir tahun 2012, dia jadi figure iklan dalam menyanyikan sebuah lagu untuk pelajar-siswa sekolah menengah atas supaya sukses dalam ujian penyeleksian kampus.

Naomi Pokok Raymi datang dalam sebuah kampanye iklan KitKat (William, 2012)

Selainnya pemakaian influencer, sekitar lingkungan atau rekan-rekan yang untung sesudah terima KitKat menolong mempopulerkan KitKat. Salah satunya promosi pemasaran dalam kerangka ini ialah membuat produk dengan pengepakan Omamori, yang disebut jimat peruntungan dan pelindungan dalam budaya Jepang.

Nestle Japan Omamori KitKat Packaging (Nestle Japan Ltd., 2019). Buntel paket Kitkat yang dapat dilipat jadi kantong pembawa peruntungan, yang dapat diisi konsumen.

– Authority:

Yasumasa Takagi (Great Big Story, 2020)Pernahkah kalian memikirkan jika bagaimana KitKat di Jepang dapat meningkatkan lebih dari 400 macam rasa? Dibalik keberhasilan peningkatan macam produk KitKat, mereka mempunyai beberapa chef pastry khusus bekerja saat membuat macam rasa KitKat. Salah satunya chef pastry populer yang bekerja di bagian peningkatan macam rasa KitKat ialah Yasumasa Takagi. Dibalik kreasinya, dia sudah menyumbangkan lebih dari 50 macam rasa untuk KitKat (Rahmawati, 2020).

Sudah pasti jika Nestle, perusahaan yang mengepalai KitKat, mempunyai argumen kenapa mereka memakai chef-chef pastry sebagai faksi yang bertanggungjawab di peningkatan macam rasa KitKat. Chef dikenali sebagai karier yang mempelajari di bagian makanan. KitKat memakai chef pastry sebagai figure yang bertanggungjawab di peningkatan produknya supaya customer memercayai jika pengembangan produk KitKat ditanggung kualitas dan rasa.

– Social Proof:

Konsep ini benar-benar umum terjadi di kelompok wisatawan saat berkunjung Jepang. Ada kitkat dimana saja dan kerap kelihatan warga lokal yang suka makan KitKat. Reputasi, jumlah customer, dan advertensi mereka yang dimana saja jadi bukti yang lebih dari cukup buat memberikan keyakinan konsumen akan integritas Kitkat.

– Unity:

Meskipun Nestle dan KitKat bukan merek yang dari Jepang, tapi beberapa produk dan promosi pemasaran yang ditampilkan oleh KitKat kerap mempresentasikan budaya dan nilai Jepang. Beberapa misalnya seperti iklan ini (jika dapat diperlihatkan sebagai window atau tab yang dapat dipencet) misalnya:

– Iklan yang menafsirkan Kitkat dengan musim teh hijau ciri khas Jepang (Matcha)
– Bahkan juga Kitkat membuat iklan dengan kearifan Kamen Pembalap (Acara asal Jepang) dan masih tetap menambah “kearifan lokal” dari Indonesia.
Kece bukan team pemasarannya KitKat? Mereka sukses memimpin pasar satu negara dengan memakai budaya yang telah ada, terus meningkatkan produk mereka untuk sesuaikan dengan pasar yang stabil berbeda, dan ikuti strategi-taktik yang membuat jalinan di antara mereka. Keberhasilan KitKat berada pada kekuatannya untuk selalu menyesuaikan dan meningkatkan produk mereka supaya lebih disukai Jepang, sampai semua Dunia.

Penutup

Ramainya pemasaran KitKat di Jepang dengan diawali rutinitas dan budaya yang telah ada. Rutinitas warga yang menyukai memberikan hadiah dalam bermacam-macam (dalam kasus ini benda yang bawa peruntungan). Dapat disebutkan bila KitKat membuat supaya produk mereka diasumsikan dengan peruntungan lewat peristiwa self-fulfilling prophecy dan classical conditioning. Disamping itu, influensi berperanan besar dalam bawa daya magnet ke customer untuk beli beberapa produk yang dijajakan.

Aku berterima kasih untuk kawan dekat aku, Vincent Kris Si karena telah bekerjasama dalam kerjakan artikel ini!

 

kunjungi juga terapi psikologi di jogja